Pengertian Alam Semesta
1. Alam Semesta
Gagasan yang umum di abad 19 adalah bahwa alam semesta
merupakan kumpulan materi berukuran tak hingga yang telah ada sejak dulu kala
dan akan terus ada selamanya. Selain meletakkan dasar berpijak bagi paham
materialis, pandangan ini menolak keberadaan sang Pencipta dan menyatakan bahwa
alam semesta tidak berawal dan tidak berakhir.
Materialisme adalah sistem pemikiran yang meyakini materi sebagai satu-satunya keberadaan yang mutlak dan menolak keberadaan apapun selain materi. Berakar pada kebudayaan Yunani Kuno, dan mendapat penerimaan yang meluas di abad 19, sistem berpikir ini menjadi terkenal dalam bentuk paham Materialisme dialektika Karl Marx.
Materialisme adalah sistem pemikiran yang meyakini materi sebagai satu-satunya keberadaan yang mutlak dan menolak keberadaan apapun selain materi. Berakar pada kebudayaan Yunani Kuno, dan mendapat penerimaan yang meluas di abad 19, sistem berpikir ini menjadi terkenal dalam bentuk paham Materialisme dialektika Karl Marx.
Para penganut materalisme meyakini model alam semesta tak
hingga sebagai dasar berpijak paham ateis mereka. Misalnya, dalam bukunya
Principes Fondamentaux de Philosophie, filosof materialis George Politzer
mengatakan bahwa "alam semesta bukanlah sesuatu yang diciptakan" dan
menambahkan: "Jika ia diciptakan, ia sudah pasti diciptakan oleh Tuhan
dengan seketika dan dari ketiadaan".
Konsep pemikiran
manusia tentang pusat universe atau alam semesta sangat radikal. Awalnya para
ilmuan astronom menetapkan bahwa manusialah yang sebagai pusat, yang diberi
nama teori egosentris. Setelah itu mereka menetapkan bumi yang menjadi pusat
yang ditokohi oleh Cladius Ptolemeus. Teori ini dikenal dengan geosentris.
Namun setelah itu Nicolas Copernicus mengungkap teori baru di mana matahari
dijadikan pusat alam semesta, heliosentris. Namun saat ini mereka baru
menyadari bahwa teoti tersebut lebih cocok digelayutkan pada tata surya. Dan
tata surya hanyalah sebagian dari galaksi, dan galaksi adalah satu kumpulan
bintang dari banyak kumpulan bintang di alam semesta.
2. Galaksi
Galaksi adalah sebuah sistem
yang terikat oleh gaya gravitasi yang terdiri atas bintang (dengan segala bentuk manifestasinya, antara lain bintang neutron dan lubang hitam), gas dan debu kosmik medium antarbintang, dan kemungkinan substansi hipotetis yang dikenal dengan materi gelap.
Galaksi yang sering kita dengar adalah Bimasakti atau milky way. Kalau kita cermati agak aneh nama
milky way tersebut karena dari benda angkasa luar diumpamakan dengan susu.
Namun dari keanehan tersebut terdapat keunikan, yakni bintang bertebaran di langit
pada malam hari seperti susu yang tercecer di langit. Galaksi kita berbentuk
spiral, dapat kita samakan dengan lingkaran obat
nyamuk jika dilihat dari atas dan seperti
gasing bila dilihat dari samping. Galaksi kita tidak sebundar lingkaran namun berbentuk
elips. Hal ini dibuktikan dengan ukannya yang memiliki panjang sekitar 100
tahun cahaya dan lebar 10 tahun cahaya dan tata surya kita berada 30 tahun
cahaya dari pusat galaksi.
Galaksi merupakan sekumpulan
bintang, planet, gas, dan debu yang kesemuanya itu membentuk suatu komponen
yang cukup besar sehingga dapat diamati dengan cukup mudah di tengah maha
luasnya alam semesta. Galaksi terkecil mengandung beberapa juta bintang,
sedangkan yang terbesar bisa jadi menampung sebanyak satu triliun bintang.
3. Tata
Surya
Tata surya terdiri dari matahari, Sembilan planet dan berbagai benda
langit seperti satelit, komet, dan asteroid. Tata surya tak lebih hanyalah gugusan
kecil dari benda-benda langit dan satu bintang. Tata surya adalah bagian kecil
dari galaksi.
Kita kenal dengan sembilan planet mungkin ketika sekolah dasar, dari
sebilan planet tersebut terbagi dua bagian yaitu planet dalam dan planet luar.
Planet dalam adalah planet yang dekat dengan matahari yang terdiri dari
Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars. Sedangkan Yupiter, Saturnus, Uranus,
Neptunus, dan Pluto –yang sekarang tereliminasi– termasuk planet luar.
Teori Terbentuknya Alam Semesta
1. Teori Dentuman atau Teori Ledakan
Teori Dentuman menyatakan bahwa
ada suatu massa yang sangat besar yang terdapat di jagad raya dan mempunyai
berat jenis yang sangat besar, karena adanya reaksi inti, massa tersebut
akhirnya meledak dengan hebatnya. Massa yang meledak kemudian berserakan dan
mengembang dengan sangat cepat serta menjauhi pusat ledakan atau inti ledakan.
Setelah berjuta-juta tahun massa yang berserakan membentuk kelompok-kelompok
dengan berat jenis yang relatif lebih kecil dari massa semula.
Kelompok-kelompok tersebut akhirnya menjadi galaksi yang bergerak menjauhi
titik intinya. Teori ini didukung oleh adanya kenyataan bahwa galaksi-galaksi
tersebut selalu bergerak menjauhi intinya.
2. Teori Bing Bieng
Teori Big Bang dikembangkan
oleh George Lemarie. Menurut teori ini pada mulanya alam semesta berupa sebuah
primeval atom yang berisi materi dalam keadaan yang sangat padat. Suatu ketika
atom ini meledak dan seluruh materinya terlempar ke ruang alam semesta. Timbul
dua gaya saling bertentangan yang satu disebut gaya gravitasi dan yang lainnya
dinamakan gaya kosmis. Dari kedua gaya tersebut gaya kosmis lebih dominan
sehingga alam semesta masih akan ekspansi terus-menerus.
3. Teori Creatio Continua
Teori Creatio Continua
dikemukakan oleh Fred Hoyle, Bendi, dan Gold. Teori ini menyatakan bahwa saat
diciptakan alam semesta ini tidak ada. Alam semesta ini selamanya ada dan akan
tetap ada atau dengan kata lain alam semesta tidak pernah bermula dan tidak
akan berakhir. Pada setiap saat ada partikel yang dilahirkan dan ada yang
lenyap. Partikel-partikel tersebut kemudian mengembun menjadi kabut-kabut
spiral dengan bintang-bintang dan jasad-jasad alam semesta. Partikel yang
dilahirkan lebih besar dari yang lenyap, sehinggamengakibatkan jumlah materi
makin bertambah dan mengakibatkan pemuaian alam semesta. Pengembangan ini akan
mencapai titik batas kritis pada 10 milyar tahun lagi. Dalam waktu 10 milyar
tahun, akan dihasilkan kabut-kabut baru. Menurut teori ini 90% materi alam
semesta adalah hidrogen dan hidrogenin, kemudian akan terbentuk helium dan
zat-zat lainnya.
4. Teori Ekspansi dan Kontraksi
Teori ini berdasarkan adanya
suatu siklus dari alam semesta yaitu massa ekspansi dan massa kontraksi. Diduga
siklus ini berlangsung dalam jangka waktu 30.000 juta tahun. Pada masa ekspansi
terbentuklah galaksi-galaksi serta bintang-bintangnya. Ekspansi tersebut
didukung oleh adanya tenaga-tenaga yang bersumber dari reaksi inti hidrogen
yang pada akhirnya akan membentuk berbagai unsur lain yang kompleks.
Pada masa kontraksi terjadi
galaksi dan bintang-bintang yang terbentuk meredup sehingga unsur-unsur yang
terbentuk menyusut dengan menimbulkan tenaga berupa panas yang sangat tinggi.
Teori ekspansi dan kontraksi menguatkan asumsi bahwa partikel-partikel yang ada
pada saat ini berasal dari partikel-partikel yang ada pada zaman dahulu.
ALAM SEMESTA
Bila kita berada di suatu tempat yang tinggi di luar kota, jauh dari sinar gemerlapan kota dan pada saat itu tidak ada bulan dan langit bebas dari awan, maka akan tampak bintang-bintang. Bila kita menggunakan teropong binokular atau teleskop jumlah bintang yang kita lihat makin banyak. Pengamatan lebih lanjut yang dilakukan oleh para ahli astronomi dengan menggunakan alat-alat atau instrumen mutakhir menunjukkan bahwa di alam semesta itu terdapat bintang-bintang beredar mengikuti suatu pusat yang berupa suatu kabut gas pijar yang sangat dekat satu sama lain (cluster) dan juga dikelilingi oleh gumpalan-gumpalan kabut gas pijar yang lebih kecil dari pusatnya (nebula) dan tebaran ribuan bintang. Keseluruhan itu termasuk Matahari kita, yang selanjutnya disebut galaksi. Galaksi itu ternyata tidak satu tetapi beribu-ribu jumlahnya. Galaksi dimana bumi kita berinduk diberi nama Milky Way atau Bima Sakti.
Terjadinya alam semesta (kosmos) telah dipelajari oleh manusia sejak dahulu. Pada permukaan dipelajari berdasar legenda yang berkembang dari mitos kemudian dikembangkan oleh orang-orang Yunani Kuno. Perkembangan yang pesat dimulai abad 17 dengan diketemukan alat-alat teropong bintang dan lain-lain.
B. SUSUNAN TATA SURYA
Matahari adalah salah satu dari 100 milyar bintang di dalam galaksi. Matahari sebagai pusat tata surya berada pada jarak 30 tahun cahaya dari pusat Bima Sakti.
Pada zaman Yunani kuno, seorang ahli filsafat bernama Clausius Ptolomeus mengemukakan pendapatnya bahwa bumi adalah pusat dari pada alam semesta. Menurut pandangan ini, matahari, bulan dan planet-planet beredar mengelilingi bumi yang tetap diam sebagai pusatnya. Pandangan geosentris ini 14 abad lamanya dianut orang. Pada waktu itu pengamatan secara kasar orang-orang Yunani telah dapat mengenal 5 buah planet, yaitu : Merkurius, Venus, Mars, Yupiter dan Saturnus.
Merkurius dan Venus disebut planet dalam, sedang Mars, Yupiter dan Saturnus yang berada di luar garis edar matahari disebut planet luar.
Pada abad ke 16 seorang ilmuwan Polandia yang bernama Nikolas Kopernikus berhasil mengubah pandangan salah yang telah dianut berabad-abad lamanya. Menurut Kopernikus bumi adalah planet, dan seperti halnya dengan planet yang lain, beredar mengelilingi matahari sebagai pusatnya (heliosentris). Pandangan Kopernikus ini, didasari oleh adanya hasil pengamatan yang teliti serta dengan perhitungan yang sistematis. Kesemuanya ini berkat bantuan teropong sebagai alat pengamat dan telah berkembangnya matematika dan fisika sebagai sarana penunjang pada masa itu.
Kisah Perjalanan Alam Semesta
Alam semesta merupakan sebuah
daerah yang sangat besar, terisi dengan berbagai komponen yang bisa mengejutkan
kita, termasuk hal-hal yang jauh dari bayangan kita. Teori kosmologi modern
dimulai oleh Friedman pada tahun 1920 dan dikenal juga sebagai model kosmologi
standar. Model kosmologi standar dimulai dengan prinsip di dalam skala besar,
alam semesta homogen dan isotropis serta pengamat tidak berada pada posisi yang
istimewa di alam semesta. Model ini juga menyatakan bahwa alam semesta
seharusnya mengembang dalam jangka waktu berhingga, dimulai dari keadaan yang
sangat panas dan padat.
Bintang merupakan salah satu
objek yang bisa langsung dikenali saat kita melihat langit, tentu saja
disamping bulan dan planet. Bintang sendiri memiliki beberapa tipe dan kelas,
namun seringnya saat melihat bintang, kita akan langsung membandingkannya
dengan Matahari. Bintang-bintang yang ada di langit terikat satu sama lainnya
dalam suatu ikatan gravitasi yang membentuk galaksi Bima Sakti.
Bima Sakti juga bukan
satu-satunya galaksi yang ada di alam semesta. Bima Sakti hanya merupakan satu
dari miliaran galaksi yang ada dalam alam semesta teramati. Alam semesta
teramati ini terdiri dari galaksi dan materi-materi lainnya yang secara prinsip
bisa teramati dari Bumi saat ini. Tentunya cahaya atau sinyal lainnya dari obyek-obyek ini
membutuhkan waktu untuk mencapai kita.
Model Alam Semesta
Tahun 1929, Edwin Hubble yang
bekerja di Carniege Observatories di Pasadena, California mengukur pergeseran
merah dari sejumlah galaksi jauh. Ia juga mengukur jarak relatif dengan pengukuran kecerlangan
semu bintang variabel Cepheid di setiap galaksi. saat melakukan plot pergeseran
merah terhadap jarak relatif, Hubble menemukan kalau pergeseran merah galaksi
jauh ini meningkat dalam fungsi linear terhadap jarak. Galaksi-galaksi jauh itu
bergerak saling menjauh satu sama lainnya, dan memberikan adanya gambaran kalau
alam semesta ternyata tidak tetap melainkan mengembang.
Jika demikian, bisa dikatakan
alam semesta di masa lalu itu jauh lebih kecil dan lebih jauh lagi ke masa
lalu, alam semesta ini hanya berupa sebuah titik. Titik yang kemudian dikenal
sebagai dentuman besar, sekaligus awal dari alam semesta yang bisa kita pahami
saat ini. Alam semesta yang mengembang ini terbatas dalam ruang dan waktu.
Newton mengetahui bahwa jika
deskripsi gravitasinya benar, maka gaya gravitasi antar seluruh partikel
bermassa dalam alam semesta akan secara akumulatif membuat alam semesta runtuh.
Oleh karena itu ia mengusulkan alam semesta besarnya tak hingga. Persamaan
medan Einstein mengusulkan alam semesta yang dinamik (walaupun awalnya
Einstein sendiri, seperti kebanyakan orang hingga 1920an, berpikir bahwa alam
semesta statik.
Mengapa alam semesta ini tidak
runtuh seperti prediksi Newton dan Einstein? Jawabannya tak lain karena
semenjak awal terjadinya, alam semesta ini sudah mengembang. Dalam alam semesta
mengembang, ada 3 solusi yang diajukan untuk memprediksikan nasib alam semesta
secara kesluruhan. Nah nasib yang mana yang akan dialami tentunya bergantung
pada pengukuran kecepatan mengembang alam semesta relatif terhadap jumlah
materi di dalam alam semesta.
Secara umum ketiga solusi itu
adalah, alam semesta terbuka, alam semesta datar dan alam semesta tertutup.
Untuk alam semesta terbuka, ia akan mengembang selamanya, jika ia merupakan
alam semesta datar maka akan terjadi pengembangan selamanya dengan laju
pengembangan mendekati nol setelah waktu tertentu. Jika alam semesta merupakan
alam semesta tertutup, ia akan berhenti mengembang dan mulai mengalami
keruntuhan terhadap dirinya sendiri dan kemungkinan akan memicu terjadinya
dentuman besar lainnya. Untuk ketiga solusi ini, alam semesta akan mengalami
perlambatan dalam mengembang sebagai akibat dari gravitasi.
Pengamatan yang dilakukan saat
ini pada supernova jauh menunjukan terjadinya pengembangan alam semesta yang
mengalami percepatan, yang diakibatkan oleh keberadaan energi kelam. Tak
seperti gravitasi yang memperlambat terjadinya pengembangan, energi kelam justru
mempercepat pengembangan. Nah jika memang energi kelam ini memainkan peranan
yang penting dalam evolusi alam semesta, maka kemungkinan yang terjadi alam
semesta akan terus mengembang secara eksponensial selamanya.
Alam Semesta Dini
Namun sesungguhnya, alam semesta yang kita lihat saat ini berbeda jauh dengan masa lalu. Jika manusia mengalami yang namanya pertumbuhan dari bayi sampai dewasa, alam semesta juga demikian. Di awal sejarahnya, alam semesta merupakan daerah yang sangat panas dan padat. Suatu keadaan yang berbeda jauh dari alam semesta yang ada saat ini yang sudah sangat layak menjadi tempat hunia. Jika kita menelaah ke masa lalu, maka akan ditemukan pada saat awal sejarah alam semesta, keadaanya yang panas tidak memungkinkan adanya atom, karena elektron bergerak bebas dan pada keadaan yang lebih awal lagi, nuklei terpisah menjadi proton dan netron, dan alam semesta merupakan plasma yang luar biasa panas yang terdiri dari partikel-partikel sub nuklir. Jika kita telusuri lebih jauh lagi ke awal alam semesta maka akan ditemukan kalau alam semesta memiliki titik awal yang dikenal sebagai dentuman besar atau ledakan besar.
Namun sesungguhnya, alam semesta yang kita lihat saat ini berbeda jauh dengan masa lalu. Jika manusia mengalami yang namanya pertumbuhan dari bayi sampai dewasa, alam semesta juga demikian. Di awal sejarahnya, alam semesta merupakan daerah yang sangat panas dan padat. Suatu keadaan yang berbeda jauh dari alam semesta yang ada saat ini yang sudah sangat layak menjadi tempat hunia. Jika kita menelaah ke masa lalu, maka akan ditemukan pada saat awal sejarah alam semesta, keadaanya yang panas tidak memungkinkan adanya atom, karena elektron bergerak bebas dan pada keadaan yang lebih awal lagi, nuklei terpisah menjadi proton dan netron, dan alam semesta merupakan plasma yang luar biasa panas yang terdiri dari partikel-partikel sub nuklir. Jika kita telusuri lebih jauh lagi ke awal alam semesta maka akan ditemukan kalau alam semesta memiliki titik awal yang dikenal sebagai dentuman besar atau ledakan besar.
Jika gambaran besar alam semesta
kita majukan dari Big Bang, maka akan kita temukan kalau alam semesta
mengembang dari plasma yang panas dan padat menjadi alam semesta yang cukup
dingin yang terlihat saat ini. Namun dalam sejarah pengembangannya, ada
beberapa periode singkat saat alam semesta masih berusia sekitar 1 menit dimana
proton dan netron tersintesis menjadi nuklei ( helium, deutrium, dan lithium,
bersamaan dengan proton-proton tunggal yang membentuk nukeli hidrogen).
Kemudian elektron bergabung dengan nuklei membentuk atom saat alam semesta
berusia sekitar 370 000 tahun. Pada titik inilah alam semesta menjadi
transparan dan dari radiasi foton yang lepas kita bisa mendapatkan informasi
tentang alam semesta.
Pada saat alam semesta mengembang
panjang gelombang mengalami pergeseran menjadi lebih panjang, sehingga
temperatur radiasi menurun sampai sekitar 3 derajat Kelvin, membentuk apa yang
kita kenal sebagai cosmic microwave background (CMB). CMB sendiri bisa
dinyatakan sebagai emisi yang datang dari alam semesta yang masih sangat muda
dan partikel berada dalam keadaan setimbang termodinamik sempurna. CMB menjadi
sangat penting, karena CMB merupakan petunjuk yang membawa informasi alam
semesta dini. Hasil CMB menunjukkan adanya homogenitas atau keseragaman yang
tinggi dalam distribusi temperatur alam semesta.
Isi alam semesta sendiri cukup
beragam, bukan hanya apa yang bisa terlihat. Dari yang terdeteksi, ternyata
alam semesta ini 5% terdiri dari materi (atom yang membentuk bintang, gas,
debu, dan planet). Dan ada 25 % dari alam semesta yang terisi oleh materi
gelap, partikel baru yang bahkan beum bisa dideteksi oleh laboratorium manapun
di bumi ini. Sementara 70% alam semesta diisi oleh energi gelap, yang
terdistribusi merata dan energi ini pun masih menjadi sbeuah misteri yang tak
terpecahkan bagi dunia sains. Energi gelap diperkirakan merupakan energi vakum
yang tak terpisahkan dari ruang waktu atau mungkin bisa juga sesuatu yang jauh
lebih eksotik dari itu.
Tampaknya model Big Bang
konvensional memberikan suatu keselarasan dengan hasil observasi, selama kita
memberikan suatu kondisi awal yang spesifik pada awal alam semesta yakni : alam
semesta yang mengembang dengan kerapatan yang sama di semua titik dalam ruang,
namun ada gangguan kecil yang menyebabkan alam semesta berkembang ke keadaan
sekarang. Mengapa demikian?
Dari model kosmologi standar
terdapat dua permasalahan besar yakni masalah horison dan masalah kurvatur alam
semesta. Semakin dini alam semesta, kerapatannya akan mendekati kerapatan
kritis, maka berapapun kerapatan alam semesta sekarang, pada alam semesta dini
perbedaan kerapatannya haruslah sangat kecil. Kalau tidak, maka kita tidak akan
bisa menjumpai alam semesta pada keadaan sekarang. Jika perbedaannya besar,
maka untuk model alam semesta tertutup, alam semesta sudah mengalami kehancuran
besar atau big crunch dan untuk model alam semesta mengembang, temperatur 3 Kelvin
telah dicapai sebelum saat ini.
Sedangkan masalah horison
berkaitan dengan batas sesuatu yang bisa diamati dengan yang belum teramati.
Intinya, dari CMB kita temukan adanya keseragaman temperatur. Nah temperatur
ini bisa seragam tentu karena adanya komunikasi antara partikel-partikel dalam
alam semesta. Namun setelah kita telusuri jejak ke masa lalu, ternyata horison
itu kecil dan menunjukkan kalau setelah big bang dan alam semesta mengembang
partikel-partikel yang awalnya bisa saling berkomunikasi akan tidak bisa saling
berkomunikasi lagi karena berada di luar horison tersebut. Nah bagaimana supaya
partikel-partikel tersebut bisa saling berkomunikasi? Jawabannya perbesar
horison, nah jawaban yang memungkinkan untuk kedua masalah ini adalah adanya inflasi
alam semesta.
Apa itu Inflasi? Inflasi alam
semesta merupakan pengembangan alam semesta secara eksponensial dalam waktu
yang sangat singkat saat alam semesta dini. Bahkan satu kedipan matapun lebih
lambat dari inflasi alam semesta. Inflasi terjadi dalam waktu kurang dari 1
detik. Cepat sekali bukan? Mengapa perlu adanya inflasi?
Inflasi diperlukan untuk
memecahkan masalah kurvatur alam semesta maupun masalah horizon. Dengan adanya
inflasi maka horizon alam semesta bisa diperbesar sampai keadaan dimana partikel-partikel
berada dalam lingkup horizon dan bisa slaing berkomunkiasi. Selain itu dengan
pengembangan alam semesta secara tiba-tiba (eksponensial) maka setelah alam
semesta mengalami inflasi, setelah itu ia akan mengembang mengikuti model
standar dan pada akhirnya bisa mencapai keadaan saat ini. Tanpa inflasi evolusi
alam semesta mungkin sudah mencapai masa akhirnya (kehancuran besar untuk alam
semesta tertutup) atau kondisi dimana temperatur alam semesta mencapai suhu 3 K
terjadi jauh sebelum sekarang.
Namun sampai saat ini belum ada
model inflasi yang pasti. Berbagai model inflasi masih terus dikembangkan. Alam
semesta memang menyimpan segudang misteri untuk dipecahkan, namun setiap satu
misteri terungkap akan muncul misteri baru. Ruang waktu seperti sebuah jajaran
teka teki yang menanti manusia untuk mengisi setiap jawaban.
أولم يرالذين كفروا أن السمات واللأرض كانتا رتقا ففتقنا هما وجعانا من الماء كل شيء حى أفلا يؤمنون
“Dan apakah orang-orang kafir tidak
mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu
yang padu, kemudian kami pisahkan antara keduanya, dan dari air kami jadikan
segala sesuatu yang hidup, maka mengapa mereka juga tidak beriman ?” (QS.Al
Anbiya : 30 )
Alam
semesta sangatlah besar dan luas, sehingga kita sulit mengetahui seberapa
besar dan luasnya alam semesta ini. Alam semesta terdiri dari miliaran
galaksi dan benda-benda langit yang tidak terhitung banyaknya. Ini adalah
kebesaran Allah SWT. Hanya sekitar 10% benda langit dari hasil penelitian di
ruang angkasa yang bisa dikenali, sedangkan sisanya belum bisa dikenali.
|
Alam semesta yang kita ketahui sekarang
ini awalnya berasal dari gas yang berserakan secara teratur diangkasa kemudian menjadi
kabut. Dalam pengertian alam semesta disebut mikrokosmos dan makrokosmos. Mikro
kosmos yaitu benda-benda yang berukuran kecil seperti, atom, sel, elektron
dan benda-benda kecil lainnya. Makrokosmos yaitu benda-benda yang berukuran
besar, seperti bintang, planet, dan matahari.
Menurut
orang Babylonia (+ tahun 700-600 SM), alam semesta merupakan
suatu ruangan atau selungkup dengan bumi yang datar sebagai lantainya dan
langit dan bintang sebagai atapnya yang didalamnya terdapat kehidupan yang
biotic dan abiotik, serta didalamnya terjadi segala peristiwa alam baik yang
dapat diungkapkan manusia maupun yang tidak.
George Lemaitre, seorang biarawan
Katholik Roma Belgia, mengajukan teori ledakan dahsyat mengenai asal usul alam
semesta, walaupun ia menyebutnya sebagai “hipotesis atom purba”.
Edwin Hubble (1929) yang disugesti oleh Lemaitre, menemukan
bahwa jarak bumi dengan galaksi yg sangat jauh umumnya berbanding lurus dengan
geseran merahnya. Hal ini dibuktikan pada saat dia mengamati
bintang-bintang di
angkasa yang memancarkan warna
merah. Karena menurut hukum fisika, spektrum cahaya yang mendekati
seorang pengamat cenderung berwarna ungu, dan yang menjauhi pengamat cenderung
berwarna merah. Sebelumnya, Hubble membuat penemuan bahwa bintang dan
galaksi bergerak tak anya menjauhi kita, tetapi juga menjauhi satu sama lain.
Kesimpulan dari suatu alam semesta yang menjauhi kita adalah bahwa alam
terus mengembang.
Berbagai pemercepat partikel raksasa
telah dibangun untuk menguji kondisi tersebut. Namun, tanpa adanya bukti apapun
yang berhubungan dengan pengembangan awal yang cepat, teori ledakan dahsyat
tidak dapat memberikan beberapa penjelasan mengenai kondisi awal alam semesta,
melainkan mendeskripsikan dan menjelaskan pemahaman umum alam semesta sejak pengembangan
awal tersebut. Fred Hoyle mencetuskan istilah Big
Bang pada sebuah siaran radio tahun 1949. Teori Big Bang ini
menunjukkan bahwa semua benda di alam semesta pada awalnya adalah satu wujud,
dan kemudian terpisah-pisah. Ini diartikan bahwa keseluruhan materi diciptakan
melalui Big Bang atau ledakan raksasa dari satu titik tunggal, dan membentuk
alam semesta kini dengan cara pemisahan satu dari yang lain.
Pada tahun 1948, Gerge Gamov mengatakan
bahwa setelah pembentukan alam semesta melalui ledakan raksasa, sisa radiasi
yang ditinggalkan oleh ledakan ini seharusnya ada di alam. radiasinya harusnya
tersebar merata di seluruh penjuru alam semesta. Pada tahun 1965, Arno Penziaz
dan Robert Wilson menemukan gelombang radiasi tanpa sengaja. Radiasi ini disebut “radiasi
latar kosmis”, tidak terlihat memancar dari satu sumber tertentu, akan
tetapi meliputi keseluruhan ruang angkasa.
Pada tahun 1989, NASA mengirimkan
satelit Cosmic Background Explorer. COBE ke ruang angkasa untuk melakukan
penelitian tentang radiasi latar kosmis. Hanya perlu 8 menit bagi COBE untuk
membuktikan perhitungan Penziaz dan Wilson. COBE telah menemukan sisa ledakan
raksasa yang telah terjadi di awal pembentukan alam semesta.
Bukti penting lain bagi Big Bang adalah
jumlah hidrogen dan helium di ruang angkasa. Dalam berbagai penelitian,
diketahui bahwa konsentrasi hidrogen-helium di alam semesta bersesuaian dengan
perhitungan teoritis konsentrasi hidrogen-helium sisa peninggalan peristiwa Big
Bang. Jika alam semesta tak memiliki permulaan dan jika ia telah ada sejak dulu
kala, maka unsur hidrogen ini seharusnya telah habis sama sekali dan berubah
menjadi helium.
- Teori Tentang Pembentukan Alam
Semesta
A. Teori Kabut
Imanuel Kant (1724-1804) seorang ahli
filsafat bangsa Jerman dan Piere Simon Laplace (1749-1827) ahli astronomi
bangsa Perancis mengemukakan teori Nebular Hypothesis. Kant mengemukakan
teorinya tahun 1755, sedangkan Laplace mengemukakan tahun 1796 . Pada
akhir abad ke-19 teori kabut disanggah oleh beberapa ahli seperti James Clark
Maxwell yang memeberikan kesimpulan bahwa bila bahan pembentuk planet
terdistribusi disekitar matahari membentuk suatu cakram atau suatu piringan,
maka gaya yang disebabkan oleh perbedaan perputaran (kecepatan anguler) akan
mencegah terjadinya pembekuan planet. Pada abad ke-20 percobaan dilakukan
untuk membuktikan terbentuknya cincin-cincin, Laplace menunjukkan bahwa medan
magnet dan medan listrik matahari telah merusak proses pembekuan batu-batuan.
B. Teori Planetisimal
Thomas C. Chamberlain dan Forest
R.Moulton pada tahun1900 mengatakan bahwa tata surya kita terbentuk akibat
adanya bintang lain yang hampir menabrak matahari.
C. Teori Pasang Surut Bintang
Teori pasang surut bintang pertama kali
dikemukakan oleh James Jean dan Herold Jaffries pada tahun1917. Hipotesis
pasang surut bintang sangat mirip dengan hipotesis planetisimal. Namun
perbedaannya terletak pada jumlah awalnya matahari.
D. Teori Kondensasi
Teori kondensasi dikemukakan oleh
astronom Belanda yang bernama G.P. Kuiper (1905-1973) pada tahun1950 yang
menjelaskan bahwa tata surya terbentuk dari bola kabut raksasa yang berputar
membentuk cakram raksasa.
E. TeoriBintang Kembar
Menurut teori bintang kembar, awalnya
ada dua buah bintang yang berdekatan (bintang kembar), salah satu bintang tersebut
meledak dan berkeping-keping. Akibat pengaruh grafitasi dari bintang kedua,
maka kepingan-kepingan itu bergerak mengelilingi bintang tersebut dan berubah
menjadi planet-planet. Sedangkan bintang yang tidak meledak adalah matahari.
F. TeoriLedakan Maha Dahsyat (Big Bang)
Pada awal abad ke-21 muncul teori
ledakan maha dahsyat Big Bang,membentuk keseluruhan alam semesta
sekitar15 milyar tahun yang lalu. Jagat raya tercipta dari suatuketaidaan
sebagai hasil dari ledakan satu titik tunggal. Pada awalnya alam semesta ini
berupa satu massa maha padat. Massa maha padat ini dapat dianggap suatu atom
maha padat dengan ukuran maha kecil yang kemudian mengalami reaksi radioaktif
dan akhirnya mneghasilkan ledakan maha dahsyat.
- Asal Mula Penciptaan Makhluk Hidup
Secara umum Teori asal usul
kehidupan ada dua, yaitu abiogenesis ( makhluk hidup berasal
dari benda mati) dan biogenesis (makhluk hidup brasal dari makhluk
hidup juga).
1) Teori Abiogenesis
Aristoteles (394-322 sebelum masehi)
mengatakan kalau makhluk hidup yang pertama menghuni bumi ini adalah berasal
dari benda mati. Timbulnya makhluk hidup pertama itu terjadi secara spontan
karena adanya gaya hidup. Oleh karena itu paham abiogenesis disebut
juga paham generatio spontanea. Paham ini bertahan cukup lama, yaitu
semenjak zaman Yunani kuno (ratusan tahun sebelum masehi) hingga pertengahan
abad ke 17.
Pada pertengahan abad ke 17 paham ini
diperkuat oleh Antonie van Leeuweunhoek, seorang bangsa Belanda yang
menemukan mikroskop sederhana yang dapat digunakan untuk melihat jentik-jentik
(makhluk hidup) amat kecil pada setetes rendaman air jerami. Hal inilah yang
memperkuat paham abiogenesis.
2) Teori Biogenesis
Beberapa ahli yang mengemukakan
paham biogenesis antara lain :
a. Francesco Redi (Italia, 1626-1697)
Redi menentang teori
abiogenesis dengan mengadakan percobaan menggunakan toples dan daging.
Toples 1 diisi daging yang ditutup rapat-rapat. Toples 2 diisi daging dan
ditutup kain kasa. Toples 3 diiisi daging dan dibuka. Ketiga toples ini dibiarkan
beberapa hari. Dari hasil percobaan ini ia mengambil kesimpulan sebagai berikut
: Larva (kehidupan) bukan berasal dari daging yang membusuk tetapi berasal dari
lalat yang dapat masuk ke dalam tabung dan bertelur pada keratin daging.
b. Lazzaro Spallanzani (Italia, 1729-1799)
Spallanzani menentang
pendapat John Needham (penganut paham abiogenesis), menurutnya kehidupan
yang terjadi pada air kaldu disebabkan oleh pemanasan yang tidak sempurna.
Kesimpulan percobaan spallanzani adalah : pada tabung terbuka terdapat
kehidupan berasal dari udara, pada tabung tertutup tidak terdapat kehidupan,
hal ini membuktikan bahwa kehidupan bukan dari air kaldu.
c. Louis Pasteur (Perancis,
1822-1895)
Louis Pasteur melakukan percobaan
yang menyempurnakan percobaan Spalanzani. Pasteur melakukan
percobaan menggunakan labu yang penutupnya leher angsa, bertujuan untuk
membuktikan bahwa mikroorganisme terdapat di udara bersama dengan debu. Hasil
percobaannya adalah sebagai berikut :
- Mikroorganisme yang tumbuh bukan berasal dari benda mati (cairan) tetapi dari mikroorganisme yang terdapat di udara
- Jasad renik terdapat di udara bersama dengan debu
Dari percobaan ini, gugurlah teori abiogenesis tersebut.
Pasteur terkenal dengan semboyannya “Omne vivum ex ovo, omne ovum ex vivo” yang mengandung pengertian : kehidupan berasal dari telur dan telur dihasilkan makhluk hidup, makhluk hidup sekarang berasal dari makhluk hidup sebelumnya, makhluk hidup berasal dari makhluk hidup juga.
- Mikroorganisme yang tumbuh bukan berasal dari benda mati (cairan) tetapi dari mikroorganisme yang terdapat di udara
- Jasad renik terdapat di udara bersama dengan debu
Dari percobaan ini, gugurlah teori abiogenesis tersebut.
Pasteur terkenal dengan semboyannya “Omne vivum ex ovo, omne ovum ex vivo” yang mengandung pengertian : kehidupan berasal dari telur dan telur dihasilkan makhluk hidup, makhluk hidup sekarang berasal dari makhluk hidup sebelumnya, makhluk hidup berasal dari makhluk hidup juga.
Mengembangnya Alam Semesta
|
Dalam Al Qur'an,
yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu astronomi masih terbelakang,
mengembangnya alam semesta digambarkan sebagaimana berikut ini:
"Dan langit
itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya."
(Al Qur'an, 51:47)
Kata
"langit", sebagaimana dinyatakan dalam ayat ini, digunakan di
banyak tempat dalam Al Qur'an dengan makna luar angkasa dan alam semesta. Di
sini sekali lagi, kata tersebut digunakan dengan arti ini. Dengan kata lain,
dalam Al Qur'an dikatakan bahwa alam semesta "mengalami perluasan atau
mengembang". Dan inilah yang kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan
masa kini.
Hingga awal abad
ke-20, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini di dunia ilmu pengetahuan
adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan telah ada sejak dahulu kala
tanpa permulaan. Namun, penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang
dilakukan dengan teknologi modern, mengungkapkan bahwa alam semesta
sesungguhnya memiliki permulaan, dan ia terus-menerus "mengembang".
Pada awal abad ke-20,
fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, dan ahli kosmologi Belgia, George
Lemaitre, secara teoritis menghitung dan menemukan bahwa alam semesta
senantiasa bergerak dan mengembang.
Fakta ini
dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada tahun 1929. Ketika
mengamati langit dengan teleskop, Edwin Hubble, seorang astronom Amerika,
menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling menjauhi.
Sebuah alam semesta, di mana segala sesuatunya terus bergerak menjauhi satu
sama lain, berarti bahwa alam semesta tersebut terus-menerus
"mengembang". Pengamatan yang dilakukan di tahun-tahun berikutnya
memperkokoh fakta bahwa alam semesta terus mengembang. Kenyataan ini
diterangkan dalam Al Qur'an pada saat tak seorang pun mengetahuinya. Ini
dikarenakan Al Qur'an adalah firman Allah, Sang Pencipta, dan Pengatur
keseluruhan alam semesta.
|
Teori Alam Semesta
Melalui
dua proyek besar pemetaan galaksi yang dilakukan hingga kini, para ilmuwan
telah membuat penemuan yang memberikan dukungan sangat penting bagi teori “Big
Bang”. Hasil penelitian tersebut disampaikan pada pertemuan musim dingin
American Astronomical Society. Luasnya penyebaran galaksi-galaksi dinilai oleh
para astrofisikawan sebagai salah satu warisan terpenting dari tahap-tahap awal
alam semesta yang masih ada hingga saat ini. Oleh karenanya, adalah mungkin
untuk mengacu pada informasi tentang penyebaran dan letak galaksi-galaksi
sebagai “sebuah jendela yang membuka pengetahuan tentang sejarah alam semesta.”
Melalui dua proyek besar pemetaan galaksi yang dilakukan hingga kini, para ilmuwan telah membuat penemuan yang memberikan dukungan sangat penting bagi teori “Big Bang”. Hasil penelitian tersebut disampaikan pada pertemuan musim dingin American Astronomical Society.
Melalui dua proyek besar pemetaan galaksi yang dilakukan hingga kini, para ilmuwan telah membuat penemuan yang memberikan dukungan sangat penting bagi teori “Big Bang”. Hasil penelitian tersebut disampaikan pada pertemuan musim dingin American Astronomical Society.
Luasnya penyebaran
galaksi-galaksi dinilai oleh para astrofisikawan sebagai salah satu warisan
terpenting dari tahap-tahap awal alam semesta yang masih ada hingga saat ini.
Oleh karenanya, adalah mungkin untuk mengacu pada informasi tentang penyebaran
dan letak galaksi-galaksi sebagai “sebuah jendela yang membuka pengetahuan
tentang sejarah alam semesta.”
Dalam penelitian mereka
yang berlangsung beberapa tahun, dua kelompok peneliti yang berbeda, yang
terdiri dari ilmuwan Inggris, Australia dan Amerika, berhasil membuat peta tiga
dimensi dari sekitar 266.000 galaksi. Para ilmuwan tersebut membandingkan data
tentang penyebaran galaksi yang mereka kumpulkan dengan data dari Cosmic
Background Radiation [Radiasi Latar Alam Semesta] yang dipancarkan ke segenap
penjuru alam semesta, dan membuat penemuan penting berkenaan dengan asal usul
galaksi-galaksi. Para peneliti yang mengkaji data tersebut menyimpulkan bahwa
galaksi-galaksi terbentuk pada materi yang terbentuk 350.000 tahun setelah
peristiwa Big Bang, di mana materi ini saling bertemu dan mengumpul, dan
kemudian mendapatkan bentuknya akibat pengaruh gaya gravitasi.
Penemuan tersebut membenarkan teori Big Bang, yang menyatakan bahwa jagat raya berawal dari ledakan satu titik tunggal bervolume nol dan berkerapatan tak terhingga yang terjadi sekitar 14 miliar tahun lalu. Teori ini terus-menerus dibuktikan kebenarannya melalui sejumlah pengkajian yang terdiri dari puluhan tahun pengamatan astronomi, dan berdiri tegar tak terkalahkan di atas pijakan yang teramat kokoh. Big Bang diterima oleh sebagian besar astrofisikawan masa kini, dan menjadi bukti ilmiah yang membenarkan kenyataan bahwa Allah telah menciptakan alam semesta dari ketiadaan.
Dalam penelitiannya
selama sepuluh tahun, Observatorium Anglo-Australia di negara bagian New South
Wales, Australia, menentukan letak 221.000 galaksi di jagat raya dengan
menggunakan teknik pemetaan tiga dimensi. Pemetaan ini, yang dilakukan dengan
bantuan teleskop bergaris tengah 3,9 meter pada menara observatorium itu,
hampir sepuluh kali lebih besar dari penelitian serupa sebelumnya. Di bawah
pimpinan Dr. Matthew Colless, kepala observatorium tersebut, kelompok ilmuwan
ini pertama-tama menentukan letak dan jarak antar-galaksi. Lalu mereka membuat
model penyebaran galaksi-galaksi dan mempelajari variasi-variasi teramat kecil
dalam model ini secara amat rinci. Para ilmuwan tersebut mengajukan hasil
penelitian mereka untuk diterbitkan dalam jurnal Monthly Notices of the Royal
Astronomical Society [Warta Bulanan Masyarakat Astronomi Kerajaan].
Dalam pengkajian serupa
yang dilakukan oleh Observatorium Apache Point di New Mexico, Amerika Serikat,
letak dari sekitar 46.000 galaksi di wilayah lain dari jagat raya juga
dipetakan dengan cara serupa dan penyebarannya diteliti. Penelitian ini, yang
menggunakan teleskop Sloan bergaris tengah 2,5 meter, diketuai oleh Daniel
Eisenstein dari Universitas Arizona, dan akan diterbitkan dalam Astrophysical
Journal [Jurnal Astrofisika].
Hasil yang dicapai oleh
dua kelompok peneliti ini diumumkan dalam pertemuan musim dingin American
Astronomical Society [Masyarakat Astronomi Amerika] di San Diego, California,
Amerika Serikat pada tanggal 11 Januari 2005.
Data yang diperoleh
dari hasil kerja panjang dan teliti membenarkan sejumlah perkiraan yang dibuat
puluhan tahun silam di bidang astronomi tentang asal usul galaksi. Di tahun
1960-an, para perumus teori memperkirakan bahwa galaksi-galaksi mungkin mulai
terbentuk di wilayah-wilayah di mana materi berkumpul dengan kerapatan yang
sedikit lebih besar segera setelah peristiwa Big Bang. Jika perkiraan ini
benar, maka cikal bakal galaksi-galaksi itu seharusnya dapat teramati dalam
bentuk fluktuasi sangat kecil pada tingkat panas di sisa-sisa radiasi dari Big
Bang dan dikenal sebagai Radiasi Latar Alam Semesta.
Radiasi Latar Alam Semesta adalah radiasi panas yang baru mulai dipancarkan 350.000 tahun setelah peristiwa Big Bang. Radiasi ini, yang dipancarkan ke segenap penjuru di alam semesta, menampilkan potret sekilas dari jagat raya berusia 350.000 tahun, dan dapat dipandang sebagai fosil [sisa-sisa peninggalannya] di masa kini. Radiasi ini, yang pertama kali ditemukan pada tahun 1965, diakui sebagai bukti mutlak bagi Big Bang yang disertai berbagai pengkajian dan pengamatan, dan diteliti secara sangat mendalam. Data yang diperoleh dari satelit COBE (Cosmic Background Explorer [Penjelajah Latar Alam Semesta]) pada tahun 1992 membenarkan perkiraan yang dibuat di tahun 1960-an dan mengungkap bahwa terdapat gelombang-gelombang kecil pada Radiasi Latar Alam Semesta. Meskipun ketika itu sebagian keterkaitan antara gelombang kecil tersebut dengan pembentukan galaksi telah ditentukan, hubungan ini saat itu belum dapat diperlihatkan secara pasti hingga baru-baru ini.
Namun, kaitan penting
itu telah berhasil dirangkai dalam sejumlah pengkajian terakhir. Kelompok
Colless dan kelompok Eisenstein telah menemukan kesesuaian antara
gelombang-gelombang kecil yang terlihat pada Radiasi Latar Alam Semesta dan
yang teramati pada jarak antar-galaksi. Dengan demikian telah dibuktikan secara
pasti bahwa cikal bakal galaksi terbentuk di tempat-tempat di mana materi yang
muncul 350.000 tahun menyusul peristiwa Big Bang saling berkumpul dengan
kerapatan yang sedikit lebih besar.
Dalam jumpa pers
mengenai pokok bahasan tersebut, Dr. Eisenstein mengatakan bahwa pola
tersebarnya galaksi-galaksi di segenap penjuru langit bersesuaian dengan
gelombang suara yang memunculkan pola penyebaran itu. Para peneliti berpendapat
bahwa gravitasi mempengaruhi gelombang dan mengarahkan bentuk galaksi.
Eisenstein membuat pernyataan berikut:
“Kami menganggap hal
ini sebagai bukti kuat bahwa gravitasi telah memainkan peran utama dalam
membentuk cikal bakal [galaksi] di dalam latar gelombang mikro (yang tersisa
dari peristiwa Big Bang) menjadi galaksi-galaksi dan kelompok-kelompok galaksi
yang kita saksikan di sekeliling kita.”
Dalam sebuah pernyataan
kepada lembaga pemberitaan AAP, Russell Cannon, dari kelompok peneliti yang
lainnya, mengatakan bahwa penemuan-penemuan tersebut memiliki nilai teramat
penting, dan merangkum hasil penting penelitian itu dalam uraian berikut:
“Apa yang telah kami
lakukan memperlihatkan pola galaksi-galaksi, penyebaran galaksi-galaksi yang
kita saksikan di sini dan saat ini, sepenuhnya cocok dengan pola lain yang
terlihat pada sisa-sisa peninggalan peristiwa Big Bang…”
Sejumlah penemuan juga
diperoleh dari pengkajian tentang kadar materi dan energi yang membentuk alam
semesta, serta bentuk geometris alam semesta. Menurut data ini, alam semesta
terdiri dari 4% materi biasa, 25% materi gelap (yakni materi yang tidak dapat
diamati tapi ada secara perhitungan), dan sisanya energi gelap (yakni energi
misterius [yang tidak diketahui keberadaannya] yang menyebabkan alam semesta
mengembang dengan kecepatan lebih besar dari yang diperkirakan). Sedangkan
bentuk geometris alam semesta adalah datar.
Sejumlah penemuan yang
dicapai dalam pengkajian ini telah semakin memperkokoh teori Big Bang. Dr.
Cannon mengatakan bahwa penelitian tersebut menambah bukti yang sangat kuat
bagi teori Big Bang tentang asal usul alam semesta dan menegaskan dukungan itu
dalam perkataan berikut ini:
“Kita telah mengetahui sejak lama bahwa teori terbaik bagi [asal usul] alam semesta adalah Big Bang — bahwa alam semesta terbentuk melalui suatu ledakan raksasa pada satu ruang teramat kecil dan sejak itu mengembang secara terus-menerus.”
Dalam sebuah ulasan
tentang penelitian tersebut, Sir Martin Rees, ahli astronomi terkenal dari
Universitas Cambridge, mengatakan bahwa meskipun menggunakan teknik-teknik
statistik dan pengamatan yang berbeda, kelompok-kelompok tersebut telah sampai
pada satu kesimpulan yang sama, dan ia menganggap hal ini sebagai sebuah
petunjuk akan kebenaran hasilnya.
Physicsweb.org, salah
satu situs ilmu-ilmu fisika terpenting di Internet, memberi tanggapan bahwa
pengkajian-pengkajian tersebut “memberikan bukti lebih lanjut bagi teori dasar
Big Bang dengan tambahan model pengembangan alam semesta.”
Berkat ilmu pengetahuan
modern yang memungkinkan pengamatan radiasi latar alam semesta dan benda-benda
langit, para ilmuwan memperoleh pemahaman bahwa alam semesta memiliki suatu
permulaan (Big Bang) dan kemudian mengalami perluasan (Pengembangan).
Sumber :
· Jasin,
Maskoeri, Ilmu Alamiah Dasar, Jakarta: Rajawali Pers, 2008.
· Purnama,
Heri, Ilmu Alamiah Dasar, Jakarta:
Rineka Cipta, 2008.
· Bayong
Tjasyono HK, Ilmu Kebumian dan
Antariksa, Bandung: Rosda,
2009
· Maskoeri
Jasin, Ilmu Alamiah Dasar, Jakarta: Rajawali Pers, 2008